SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

SEMOGA APA YANG KAMI TAMPILKAN DI BLOG INI DAPAT MENAMBAH KEIMANAN KITA KEPADA ALLAH SWT DAN MENAMBAH ILMU PENGETAHUAN KITA SEHINGGA KITA AKAN SELALU BERUSAHA UNTUK MENJADI INSAN YANG MANFAAT UNTUK UMAT...

SELAMAT MEMBACA DAN MERENUNG



Sabtu, 21 Mei 2011

MENUJU PENDIDIKAN AGAMA YANG PLURALITAS


MENUJU PENDIDIKAN AGAMA YANG PLURALITAS
Oleh : Muh. Lutfi Tharodli
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Mataram
            Agama dari awal terciptanya sangat respon terhadap berbagai persoalan, sehingga agama menjadi rujukan di dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa dan umat manusia. Namun pada kenyataannya akhir-akhir ini agama justru menjadi bagian dari masalah yang dihadapi umat beragama di dunia khususnya di Indonesia.
            Banyak orang yang mengaku sebagai orang yang beragama seakan-akan tindak-tanduknya seperti orang yang tidak beragama. Hal ini terbukti dengan maraknya bom bunuh diri yang menyebabkan korban jiwa  dan rusaknya berbagai fasilitas umum. Kedangkalan memahami hakikat agama inilah  yang mengakibatkan para pelaku bom menjadikan diri mereka sebagai mesin pembunuh. Mereka memahami agama dengan sempit, seakan-akan agama itu adalah suatu hal yang harus dipaksakan, agama adalah jihad dengan kekuatan senjata saja, padahal Allah SWT Sang Pencipta agama tidak memberi beban kepada hambanya untuk menjadikan  semua umat manusia ini menjadi masyarakat beriman. Selama dunia ini ada perbedaan agama itu akan tetap bersanding dalam ketidaksamaan. Tapi ingat ketidaksamaan  itu bukan berarti menyebabkan antar pemeluk agama saling serang, saling kutuk atau saling menghancurkan.
            Pemahaman terhadap pluralitas agama harus dimaknai sebagai sesuatu yang fardu ‘ain ada di atas dunia ini sehingga masing-masing pemeluk agama dapat saling menghargai dan toleransi sehingga tidak memunculkan berbagai permasalahan dengan alasan membela agama tetapi dilakukan dengan jalan melanggar etika agama bahkan merusak citra agama itu sendiri.
            Menurut kami, untuk menuju masyarakat Indonesia yang harmonis haruslah diciptakan masyarakat belajar yang tercermin pada pendidikan agama yang mengajarkan nilai-nilai pluralitas sehingga mereka memiliki kecerdasan spiritual  yang berpedoman kepada ayat lakum diinukum waliyadiin sehingga tidak memunculkan pemahaman agama yang ekslusif dan  tidak menerima adanya perbedaan. Penanaman agama yang paling benar (truth claim) memang harus sejak dini diajarkan akan tetapi dengan tidak menafikan adanya agama lain di luar keyakinannya. Truth claim yang kami maksud adalah truth claim yang tidak fanatik buta sebagai penyebab penghalalan penghancuran terhadap pemeluk agama lain dengan dalih mereka kafir. Terjadinya bom bunuh diri baru-baru ini di masjid Adz-dzikro adalah menunjukkan kekerdilan, kebodohan, serta ketidakmengertian pelaku bunuh diri terhadap hakikat agamanya sendiri.  Bom bunuh diri semacam itu dan dilakukan di masjid yang mulia  serta mengorbankan saudaranya seakidah bukanlah jihad akan tetapi  sebuah kekonyolan yang hanya dilakukan oleh orang-orang  bodoh. Berharap mati syahid malah mati kesait (sesat).
            Memang harus diakui masyarakat Indonesia masih memiliki kualitas pendidikan yang sangat rendah lebih-lebih kualitas pengamalan terhadap agama maka suatu kewajaran jika masyarakat di Indonesia memiliki penghayatan keagamaan yang emosional. Ironisnya penghayatan keagamaan tersebut tercoreng oleh nuansa politik, kepentingan individu, dan golongan. Deal-deal politik sering dilakukan dengan dalih agama atau symbol-simbol keagamaan.
            Kondisi  demikian yang membuat wajah agama yang manis menjadi pahit. Simbol-simbol agama yang rahmatan lil ‘alamin menjadi sirna. Interen dan antar umat beragamapun menjadi saling curiga satu dengan yang lainnya serta umat beragama pun menjadi tidak cerdas membangun relasi antar umat beragama wabilkhusus dalam menangani wajah sosial yang berwajah keagamaan.
            Pendidikan agama yang formalistik dan indoktrinatif seringkali mengantar peserta didik kurang terbuka menerima perbedaan sehingga memunculkan ketidaktoleransian terhadap pemeluk agama lain. Kondisi semacam ini menuntut peserta didik dan umat beragama agar berani menentukan sikap,  tindakan dan satu keyakinan  bahwa mereka hidup di bumi yang satu, mempunyai hak hidup bersama, hak keamanan dan perdamaian bersama untuk menciptakan bumi yang jauh dari pertikaian dengan dalih perbedaan agama.
            Oleh karena itu, memasuki abad ke 21 ini pendidikan agama harus direformasi menjadi pendidikan berbasis kecerdasan spiritual. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dan arah pendidikan agama sesuai dengan Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pasal 30 ayat 2 yang menegaskan: “Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai dan ajaran agamanya dan/ atau menjadi ahli agama”.
            Merujuk dari tujuan pendidikan agama tersebut maka sudah selayaknya pendidikan agama kita menanamkan faham dan nilai inklusif yang berakar pada nilai-nilai kemanusiaan bukan berakal pada nilai-nilai radikalisme yang menyebabkan teror atau nilai-nilai liberalisme yang mendangkalkan truth claim dari agama yang diyakini oleh masing-masing pemeluknya. Intinya pendidikan agama haruslah mengembangkan secara integral kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual yang melahirkan insan-insan ahli amal dan ahli agama serta menerima kemajemukan sebagai sebuah rahmat. Jika hal tersebut terwujud maka agama tidak lagi menjadi penyulut pertikaian sebaliknya agama akan ikut memberikan konstribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Wassalam.
           
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar