SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

SEMOGA APA YANG KAMI TAMPILKAN DI BLOG INI DAPAT MENAMBAH KEIMANAN KITA KEPADA ALLAH SWT DAN MENAMBAH ILMU PENGETAHUAN KITA SEHINGGA KITA AKAN SELALU BERUSAHA UNTUK MENJADI INSAN YANG MANFAAT UNTUK UMAT...

SELAMAT MEMBACA DAN MERENUNG



Sabtu, 21 Mei 2011

MENYIKAPI BUDAYA MIRAS


MENYIKAPI BUDAYA MIRAS
DI KOTA MATARAM
Oleh : H. Muh. Lutfi Tharodli
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Mataram dan Pemerhati masalah sosial keagamaan

            Minuman keras telah merebak, dijual bebas seperti martabak. Dari diskotik, kafe-kafe sampai di pinggir jalanpun minuman haram alias miras mudah didapat dan dikonsumsi oleh semua kalangan, baik dari kalangan melarat sampai konglomerat. Daya tarik miras sangat memukaukan para penggemarnya sehingga tanpa sadar mereka telah merogoh beratus-ratus ribu rupiah hanya untuk menikmati cairan penghilang kesadaran tersebut.
            Obsesi untuk menghilangkan masalah dengan meminum miras malah berdampak pada bertambahnya masalah. Anak istri menjadi terlantar, terjadinya pemerkosaan, perceraian, tawuran antar kampung, dan banyaknya masalah sosial lainnya sering diakibatkan karena miras.
            Budaya miras  bisa cepat kita temukan di setiap acara, seakan sebuah acara akan terasa hampa tanpa miras. Nyongkolan terasa afdhol jika ada miras, joget lebih pede jika minum miras, mau mesiatpun  diawali minum miras, bahkan ketika ibadahpun masih bau miras. Minum miras oleh sebagian masyarakat  dianggap hal yang biasa dan tidak tabu bahkan telah dijadikan sebuah budaya , padahal hal tersebut sangat luar biasa. Saking luar biasanya maka meminum cairan tersebut  di dalam agama manapun diharamkan.
            Rasulullah SAW bersabda : “Siapa yang minum miras seteguk, maka Allah tidak akan menerima amal fardhu dan sunatnya selama tiga hari. Dan siapa yang minum miras segelas maka Allah tidak akan menerima sembahyangnya selama empat puluh hari. Dan siapa yang tetap minum miras  maka selayaknya Allah memberinya minum dari nahrul khabal. Ketika ditanya : Ya rasulullah apakah nahrul khabal itu? Jawabnya : Darah bercampur nanah orang ahli neraka.” (H.R. Atthabrani).
            Ahmad meriwayatkan : “Orang yang tetap minum miras jika mati sebelum bertobat maka akan menghadap kepada Allah bagaikan penyembah berhala.”
            Dihikayatkan bahwa ketika nabi Adam as. Telah diturunkan ke bumi maka para malaikat bertanya: Ya Rabby apakah Engkau akan jadikan di bumi orang-orang yang berbuat kerusuhan dan menumpahkan darah, padahal kami tetap betasbih, bertahmid, memuja  dan mensucikan Engkau ? Allah Menjawab : Sungguh aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui. Malaikat berkata : kami lebih taat kepadaMu dari pada anak Adam. Maka Allah berfirman kepada para Malaikat : Silakan kamu pilih dua malaikat untuk kami uji bagaimana mereka akan berbuat. Para Malaikat berkata : Ya Tuhan ini kedua malaikat Harut dan Marut, maka firman Allah : Turunlah kamu berdua ke bumi (yakni dengan dilengkapi syahwat yang ada pada anak Adam). Pada suatu hari tampak pada keduanya wanita benama Azzahrah yang sangat cantik, maka kedua malaikat itu merayu Azzahrah, tetapi ditolak oleh Azzahrah kecuali keduanya suka menuruti syaratnya, yaitu mengucapkan kalimat syirik, maka keduanya berkata : Demi Allah kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun untuk selamanya, kemudian Azzahrah membawakan kepada keduanya anak kecil dan berkata : Jika kamu berdua membunuh anak ini maka aku menurut padamu. Jawab keduanya : demi Allah kami tidak akan membunuh manusia selamanya. Maka pergilah Azzahrah dan membawakan pada keduanya segelas miras, lalu berkata : Demi Allah aku tidak akan menurutkan keinginan kamu berdua sehingga kamu meminum miras ini, maka diminumlah miras itu hingga mabuk, lalu berzina dengan Azzahrah dan membunuh anak kecil tersebut, kemudian setelah sadar diberitahu oleh Azzahrah: Demi Allah semua yang kamu tolak itu telah kamu perbuat di waktu kamu mabuk. Maka keduanya disuruh memilih adzab dunia atau adzab akhirat, maka keduanya memilih adzab dunia.
            Rasulullah SAW bersabda : “ Jika mereka minum miras maka pukullah mereka, kemudian jika mereka minum lagi pukullah mereka, kemudian jika minum lagi pukullah mereka, kemudian jika minum yang ke empat kalinya maka bunuhlah mereka.” (HR. Ibnu Hibban dan Abu Dawud)
            Renungkanlah ungkapan mutiara dari lisan Sayyidina Ali ra. Beliau berkata :” Seandainya setetes miras jatuh ke sumur, kemudian di atas sumur itu  dibangun menara maka aku tidak beradzan di atasnya. Dan seandainya menetes dalam air kemudian air itu kering dan tumbuh rumput maka aku tidak akan mengembala di tempat itu.”
            Merujuk dari dalil-dalil di atas maka sudah seharusnya pemerintah dengan didukung komponen masyarakat mencanangkan gerakan proaktif pemberantasan penyakit masyarakat tersebut. Penerbitan peraturan daerah tentang minuman keras tidak akan berarti apa-apa jika tidak dibarengi dengan iktikad baik untuk memberantas miras dan menindak tegas pelaku yang terkait dengan masalah miras. Pemberantasan miras yang setengah hati tidak akan menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. Pembiaran terhadap budaya mengkonsumsi miras akan berdampak kepada konflik sosial yang berkepanjangan dan tiada habisnya.
            Terjadinya berbagai macam konflik sosial yang berujung pada bentrok antar kampung dan terganggunya ketertiban umum biasanya dipicu oleh masalah miras. Maka suatu kewajaran bila miras disebut sebagai otak dari keonaran. Jika otak keonaran disepelekan niscaya kenikmatan akan menjadi bencana, kedamaian akan sirna, pemerintah tak memiliki wibawa lagi, dan yang paling parah tinggal menunggu kehancuran sebuah negeri.
            Saya salut dengan Satpol PP kabupaten Lombok Timur yang terus menunjukkan eksistensinya menegakkan perda Nomor 8 Tahun 2002 tentang miras dan Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang ketertiban umum. Ketegasan pemerintah yang didukung oleh aparatnya terhadap masalah miras ini niscaya akan dapat mengangkat harkat, martabat dan wibawa pemerintah  di hadapan masyarakatnya. Pemerintah yang lembek dan tidak tegas terhadap kemaksiatan akan berdampak kepada ketidakpercayaan masyarakat  terhadap eksistensi pemerintah itu sendiri.
            Suatu hal yang tidak pantas jika miras dibiarkan berkembang sehingga melembaga menjadi sebuah budaya di pulau yang berjuluk seribu masjid ini, lebih-lebih di kota Mataram yang memiliki motto Mataram Maju, Relijius dan Berbudaya. Kita tidak boleh menutup mata dari prilaku menyimpang tersebut yang telah memasuki ranah budaya sasak yang agamis.  Mataram sebagai pusat kota harus bisa menjadi teladan bagi daerah lainnya dalam hal pemberantasan miras tersebut. Motto Mataram maju, religius dan berbudaya bisa menjadi senjata yang ampuh untuk menciptakan masyarakat kota Mataram yang terbebas dari miras. Sebuah motto hanya akan menjadi pajangan saja jika tidak dibarengi dengan tindakan nyata pemerintah dan aktualisasi masyarakatnya untuk memerangi miras tersebut.
Penafsiran terhadap motto kota Mataram bisa menjadi beragam sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi di tengah masyarakat. Jika motto yang terpajang ternyata tidak sesuai dengan kondisi riil masyarakat yang dikatakan maju, relijius, dan berbudaya, maka motto itu hanya akan menjadi bumerang tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat kota Mataram. Suatu kota akan dikatakan maju jika pemerintah dan masyarakatnya berpikiran maju tidak statis, merubah wajah kemiskinan menjadi kesejahteraan, kekumuhan menjadi kebersihan, kekacauan menjadi keamanan, kebodohan menjadi kecerdasan, dan kemunduran menjadi kemajuan. Sebaliknya jika mottonya maju akan tetapi masyarakatnya tetap mundur, malah akan berdampak negatif bagi stigma kota Mataram di pandangan daerah lain.
Mataram yang relijius adalah jika pemerintah dan masyarakatnya menerapkan nilai-nilai agama dan keagamaan dalam perilaku hidup keseharian mereka. Suatu masyarakat akan dikatakan relijius jika pesan-pesan agama telah menjadi satu dengan hati nurani mereka, sehingga kegiatan apapun yang dapat mencemari nilai-nilai religiusitas  diatasi secara bersama-sama. Kemajemukan agama di Kota Mataram adalah sebagai modal dasar untuk menciptakan Kota Mataram yang religius. Jika kemajemukan agama di kota Mataram dapat bersanding harmonis berarti satu tahapan dari sekian banyak tahapan untuk menuju masyarakat kota Mataram yang religius telah terlaksana. Jika masing-masing pemeluk agama memaknai religiusitas sebagai pondasi untuk menegakkan agama maka secara otomatis miras akan menjadi musuh bersama untuk diperangi dengan jalan memberantas dan menyadarkan pembuat, pemasok, dan pemakai untuk kembali memahami hakikat agama mereka masing-masing.
Berbudaya berbeda dengan tidak berbudaya, berbudaya adalah beradab, berakhlak, tidak bertentangan dengan norma agama. Suatu masyarakat akan dikatakan berbudaya apabila masyarakat menjauhkan kemaksiatan dalam perilaku dan perbuatan keseharian. Kata berbudaya identik dengan segala hal yang positif, tetapi kata budaya bisa menjurus kepada hal yang positif maupun negatif. Miras akan menjadi sebuah budaya apabila dibiasakan dan diberlakukan serta ada unsur pembiaran tanpa ada tindakan tegas untuk mencegahnya. Merujuk motto Kota Mataram yang berbudaya maka sudah seharusnya budaya miras yang merusak citra kota Mataram dan merusak pemandangan pinggir-pinggir jalan kota Mataram yang masih dihiasi botol-botol brem ditertibkan. Jangan hanya PKL yang digusur dan ditertibkan, penjual miraspun perlu dapat perhatian serius untuk ditertibkan, bila perlu digusur jika masih berjualan di pinggir-pinggir jalan kota Mataram yang mottonya sangat bagus yaitu Mataram Maju, Relijius, dan Berbudaya.
            Penanganan kasus miras yang tebang pilih, setengah hati, dan tidak tegas akan berdampak kepada  kota Mataram yang berwajah ganda. Di satu sisi mottonya bagus di sisi lain miras masih saja bebas terjual di pinggir jalan, pemabuk berkeluyuran, dan budaya nyongkolan dipenuhi aroma bau miras.
            Fungsi menejemen di dalam memberantas budaya miras sangat dibutuhkan. Tindakan yang dilakukan tanpa adanya pengawasan dan evaluasi yang berkesinambungan akan tetap menyulut masalah demi masalah di tengah masyarakat. Kekompakan pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam memberantas bahaya miras yang telah meracuni sebagian masyarakat kota terutama generasi mudanya.
            Dalam kegiatan apapun, nyongkolan misalnya, jika ada indikasi yang menjurus kepada perbuatan meminum miras maka aparat dan masyarakat harus berani mencegah dan menindak tegas pelaku dengan tanpa pandang bulu. Pembiaran terhadap pelaku miras akan berdampak terhadap pelecehan  norma adat dan agama yang jelas-jelas mengharamkan miras tersebut.
            Intinya, miras akan tetap menjadi candu masyarakat dan kian mewabah yang berujung pada konflik sosial jika tidak dibarengi tindakan nyata memberantas miras tersebut. Tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk terus memerangi miras adalah sebuah kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Mari kita ciptakan masyarakat kota Mataram menjadi masyarakat yang bersih dari miras, berakhlaq mulia dan memiliki jati diri sesuai tuntunan norma adat dan agama untuk menuju masyarakat yang maju, religius, dan berbudaya. wassalam
           
             
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar